Kucing-Kucing Ulthar

 

(source : https://www.rawpixel.com/search?page=1&path=211.sub_topic-2561%7C%24landscape&sort=curated)

H.P. Lovecraft

Dikisahkan di Ulthar, yang terletak di seberang sungai Skai, tidak boleh ada orang yang membunuh kucing; dan aku sangat percaya itu sebagaimana aku menatap seekor kucing yang duduk dan mendengkur di sebelah api. Kucing itu terlihat samar, dan lebih tepatnya semacam makhluk aneh yang tidak dapat dilihat oleh manusia. Dia adalah jiwa kuno Aegyptus, dan pembawa cerita dari kota-kota yang terlupakan di Meroe dan Ophir. Dia adalah kerabat dari raja-raja hutan, dan putra mahkota dari rahasia-rahasia tua jahat Afrika. Sphinx adalah sepupunya, dan dia berbicara bahasanya; tapi dia lebih tua dari Sphinx, dan mengingat apa saja yang sudah Sphinx lupakan.


Di Ulthar, sebelum ada larangan membunuh kucing, hiduplah seorang petani tua dan istrinya yang selalu senang menangkap dan membunuh kucing-kucing tetangga mereka. Kenapa mereka melakukan itu semua? Aku tidak tahu; bisa dibilang bahwa banyak orang yang benci suara kucing di tengah malam, dan ada yang benci ketika melihat kucing berlarian di kebunnya saat senja. Namun untuk alasan apapun itu, petani tua ini dan istrinya memiliki kepuasan tersendiri dalam menangkap dan membunuh setiap kucing yang datang mendekati gubuk mereka; dan dari suara-suara yang terdengar setelah gelap, banyak penduduk desa meyakini bahwa cara pembunuhan yang dilakukan keduanya sangatlah aneh. Tapi para penduduk tidak membahas hal tersebut dengan si petani tua dan istrinya, karena ekspresi mereka yang selalu kuyu dan layu, dan karena gubuk mereka sangat kecil serta gelap yang tersembunyi di bawah pepohonan ek tepat di belakang halaman yang terbengkalai. Faktanya, sama bencinya dengan para pemilik kucing-kucing kepada mereka, masyarakat pun lebih takut pada pasangan ini; dan bukannya mencaci mereka dengan embel-embel pembunuh brutal, mereka hanya menjaga agar tidak ada hewan peliharaan kesayangan mereka tersesat ke arah gubuk gelap di antara pepohonan gelap. Ketika seekor kucing lepas dari pengawasan dan hilang, lalu terdengar suara-suara selepas gelap, si pemilik kucing akan meratap tak berdaya; atau kadang mencoba menghibur diri dengan berterima kasih kepada takdir bahwa bukan salah satu anak mereka yang harus hilang. Masyarakat Ulthar merupakan masyarakat yang sederhana, dan mereka tidak pernah tahu dari mana kucing-kucing ini berasal.


Suatu hari, rombongan karavan aneh berasal dari selatan memasuki jalanan berbatu sempit Ulthar. Mereka ini adalah pengembara-pengembara berkulit hitam, dan tak nampak seperti gerombolan yang selalu berkunjung ke desa itu tiap dua kali setahun. Di pasar mereka meramal untuk mendapatkan uang, dan membeli manik-manik dari para pedagang. Dari manakah para pengembara-pengembara ini berasal tak ada yang tau; tapi nampak jelas bahwa mereka merapal doa-doa yang aneh, dan mereka melukis sisi kereta mereka dengan gambar-gambar aneh seperti tubuh manusia, kepala kucing, elang, domba, dan singa. Dan pemimpin karavan itu menggunakan penutup kepala dengan dua tanduk dan sebuah keping cakram aneh di antara tanduk-tanduk.


Di salah satu karavan ini lah ada seorang bocah laki-laki tanpa ayah atau ibu, dan hanya memiliki seekor anak kucing hitam yang selalu menghiburnya. Dunia ini sangat tidak bersahabat kepadanya, namun melihat bocah laki-laki kecil bersama makhluk kecil berbulu mampu mengatasi kesedihannya, dan di umur yang masih sangat belia, menarik di mana seseorang dapat mendapatkan kelegaan hanya dari tingkah lucu seekor anak kucing hitam. Bocah laki-laki yang dipanggil Menes oleh orang-orang berkulit hitam itu lebih sering tersenyum daripada menangis sambil duduk bermain dengan anak kucingnya di tangga kereta dengan lukisan-lukisan aneh.


Pada hari ketiga para pengembara itu singgah di Ulthar, Menes tidak bisa menemukan anak kucingnya; dan bersamaan dengan tangisannya yang kencang di pasar, beberapa penduduk desa menceritakan terkait si petani dua dan istrinya kepada si bocah laki-laki, serta suara-suara yang terdengar di malam hari. Dan setelah dia mendengar semua cerita-cerita itu, tangisannya berubah menjadi semacam meditasi, dan lalu menjadi sebuah doa. Dia mengulurkan kedua tangannya ke arah matahari lalu berdoa dalam bahasa yang tidak dipahami penduduk desa; meskipun para penduduk desa tidak mencoba sungguh-sungguh untuk mengertinya, sebagaimana sebagian besar dari mereka lebih ternganga melihat ke arah langit dan awan-awan yang berubah bentuk menjadi aneh. Sungguh pemandangan yang aneh, tapi bocah laki-laki itu mengucapkan permohonan yang tampaknya didengar oleh makhluk-makhluk eksotis yang samar-samar terlihat di atas kepala mereka; semacam makhluk campuran bermahkotakan tanduk dengan cakram di kepalanya. Alam memang penuh dengan ilusi bagi mereka yang imajinatif.


Malam itu para pengembara meninggalkan Ulthar, dan tak pernah terlihat lagi. Lalu semua orang pun mendapat masalah ketika mereka menyadari bahwa mereka tidak bisa menemukan seekor kucing pun di desa mereka. Dari tiap-tiap perapian, kucing yang mereka tau hilang; kucing besar dan kecil, hitam, abu, loreng, kuning dan putih. Kranon tua, si walikota, bersumpah bahwa orang-orang kulit hitam telah membawa semua kucing di Ulthar sebagai balas dendam mereka karena telah membunuh anak kucing milik Menes; dan dia pun mengutuk karavan serta anak laki-laki itu. Tapi Nith, si notaris kurus, mengatakan bahwa si petani tua dan istrinya patut dicurigai karena kebencian mereka yang sangat dalam dan semakin besar terhadap kucing. Tapi tetap saja, tidak ada yang berani menyalahkan pasangan ini; bahkan ketika Atal kecil, anak pemilik penginapan, bersumpah kalau dia pernah melihat pada suatu senja bahwa semua kucing di Ulthar berkumpul di halaman tepat di bawah pohon-pohon terkutuk, berjalan sangat lambat dan dengan tenang melingkari gubuk, mereka melangkah berdampingan tiap dua ekor, dan terlihat seperti melakukan ritual hewan buas yang tak pernah mereka tau sebelumnya. Para warga tidak tau apakah mereka harus percaya dengan si anak kecil ini dan sebagaimana ketakutan mereka bahwa roh jahat telah membawa ajal ke semua kucing-kucing, mereka lebih memilih untuk tidak mengeruduk gubuk tua sampai si petani tua itu keluar dari gubuknya dan berdiri di halamannya yang gelap dan menjijikan.


Ulthar pun tidur dalam kemarahan malam itu, lalu saat orang-orang terbangun ketika matahari terbit, semua kucing-kucing kembali di perapian-perapian rumah! Besar dan kecil, hitam, abu, loreng, kuning dan putih, tidak ada satu pun kucing yang hilang. Dari kucing yang kurus hingga gemuk semuanya muncul dan dengan nyaringnya mendengkur. Warga pun berbicara satu sama lain terkait kejadian ini, dan sangat terkejut dengan semua ini. Si tua Kranon sekali lagi meyakini bahwa para kawanan kulit hitam itu telah membawa semua kucing, karena tidak ada kucing kucing yang kembali secara hidup dari gubuk si petani tua dan istrinya. Tetapi semuanya sepakat akan satu hal: semua kucing menolak untuk memakan daging mereka atau meminum susu mereka sangatlah aneh dan mengherankan. Dan selama dua hari penuh, kucing kucing di Ulthar tidak memakan apapun, namun hanya bermalas-malas di perapian atau di bawah matahari.


Hampir seminggu setelahnya warga-warga mulai menyadari tidak ada cahaya yang muncul ketika senja dari gubuk di bawah pepohonan. Si kurus Nith lalu berkata bahwa tak ada yang melihat si petani tua dan istrinya sejak malam di mana kucing kucing menghilang. Seminggu setelahnya sang walikota memutuskan untuk melawan rasa takutnya dan melakukan tugasnya dengan datang ke gubuk yang aneh dan sunyi itu, meski begitu dia tetapi berhati-hati dan mengajak Shang si pandai besi dan Thul si pemotong batu sebagai saksi. Dan ketika mereka mendobrak pintu yang rapuh, mereka hanya menemukan dua kerangka manusia yang amat bersih menyatu dengan tanah, dan beberapa kumbang aneh merayap panda sudut-sudut gelap.


Semenjak saat itu banyak perbincangan terjadi di antara warga Ulthar. Zath, si pemeriksa mayat, berdebat panjang lebar dengan Nith, si notaris kurus, dan Kranon, Shang, serta Thul dibanjiri berbagai pertanyaan. Bahkan si kecil Atal, anak pemilik penginapan, ikut diinterogasi dan diberikan manisan sebagai hadiah. Mereka berbicara mengenai si petani tua dan istrinya, rombongan karavan para kulit hitam, si Menes kecil dan anak kucing hitam ya, doa-doa Menes dan suasana langit saat Menes berdoa, apa yang dilakukan para kucing pada malam di mana karavan itu pergi, dan lalu tentang apa saja yang ditemukan di pondok gelap di bawah pepohonan dengan halaman yang menjijikan.


Dan pada akhirnya warga Ulthar membuat sebuah aturan yang lalu disebarkan dari mulut ke mulut oleh para pedagang di Hatheg dan diceritakan lagi oleh para pengembara di Nir, bahwa di Ulthar tidak ada seorang pun yang boleh membunuh kucing.


Catatan:
  • H.P. Lovecraft merupakan penulis Amerika yang terkenal dengan karya-karya sains fiksinya yang bersifat horor dan aneh. Salah satu ciptaannya yang terkenal adalah mitos Cthulhu yang hingga saat ini masih sering dibicarakan dalam budaya pop.
  • The Cats of Ulthar merupakan cerita pendek yang ditulis oleh Lovecraft pada Juni 1920. Dipercayai merupakan salah satu karya favorit Lovecraft sampai akhir hayatnya. Karya ini dipengaruhi oleh ketertarikan Lovecraft dengan karya-karya Lord Dunsany.



Comments