Langkah Lemas Mantan Primadona, Gayatri

source : Private Document


Gayatri adalah primadona,setidaknya dulu ketika aku masih di bangku sekolah dari SD hingga SMA. Ya, sekitar dua belas tahun, Gayatri adalah primadona di mata pelajar. Namun kini langkah Gayatri makin lemas dan kuyu, tak sementereng empat tahun lalu ketika aku masih duduk di bangku kelas tiga SMA. Padahal di masa-masa sekolah dulu, hampir semua pelajar rela menunggu dan berdesak-desakan demi Gayatru walau opsi lain banyak tersedia. Memang benar kata pepatah kalau roda itu berputar, kini Gayatri hanya melangkah lemas di sepanjang rute Parakan-Ngadirejo.

Gayatri adalah sebuah armada bus yang beroperasi lintas kecamatan di Kabupaten Temanggung. Bus ini melayani rute Kecamatan Parakan ke Kecamatan Ngadirejo, maupun sebaliknya. Armada Gayatri lebih banyak dibandingkan dengan armada bus lain yang sama-sama melayani rute Parakan-Ngadirejo. Pun juga Gayatri lebih bagis dalam perihal penampilan (cat dan yang selalu diperbaharui) serta interior (yang jauh lebih rapi, meski tetap saja banyak yang sudah rusak) dibandingkan dengan bus-bus lain. Gayatri memiliki warna yang seragam, merah mendekati orange untuk bus lama dan orange mendekati merah untuk bus yang baru (aku tak begitu paham nama warna, mungkin lebih tepat kalau disebut warna peach), dengan pola loreng-loreng seperti loreng harimau di samping kanan-kiri serta tulisan “GAYATRI” di kaca depannya.

Aku bahkan masih ingat berapa tarif Gayatri saat aku SD hingga SMA. Pada waktu SD tarif Gayatri hanya sebesar Rp. 300,- dan ketika SMP naik menjadi Rp. 500,-. Ketika kebijakan harga BBM naik, tarif Gayatri pun ikut naik, hingga akhirnya ketika aku SMA armada bus Gayatri memasang tarif Rp. 1.000,-. Tadi siang ketika pulang dari Jogja, aku memutuskan untuk naik Gayatri sembari bernostalgia masa-masa sekolah. Untuk mencapai rumah aku memang harus naik bus rute Parakan-Ngadirejo. Apalagi ketika pulang dari Jogja, bus yang aku tumpangi akan menurunkanku di Parakan saja sehingga aku harus naik bus lagi sampai rumah. Setelah lama tidak naik bus (karena lebih sering pulang menggunakan travel atau motor) sekarang tarif Gayatri telah naik menjadi Rp. 3.000,-.

source : Google

Bukan hanya perubahan tarif yang nampak, namun juga laju Gayatru yang semakin kuyu. Dulu, jarang ditemui bus-bus Gayatri sepi dari penumpang, bahkan selalu ramai, terutama ketika jam berangkat atau pulang sekolah. Sudah dipastikan bus-bus Gayatri penuh sesak hingga beberapa penumpang berdiri di dekat kernet. Anehnya sendiri Gayatri yang dulu menjadi primadona pelajar, bahkan banyak kawan-kawanku dulu kebih memilih berdesak-desakkan asal naik Gayatri dibandingkan naik bus lain yang tersedia kursi kosong, kini sepi meskipun di jam-jam pulang sekolah. Keramaian Gayatri seperti masa-masa aku sekolah dulu kini tak lagi nampak. Gayatri masih beroperasi meski bukan menjadi primadona lagi. 

Pertumbuhan ekonomi dan sifat konsumtif masyarakat membawa petaka bagi bisnis angkutan umum. Kini dengan DP yang murah dari kredit motor, hampir banyak masyarakat memilih bepergian menggunakan kendaraan pribadi termasuk kaum pelajar yang dulunya mengidolakan Gayatri. Setoran yang tidak bisa dikurangi lagi meski jumlah penumpang yang turun membuat beberapa armada bus Gayatri tidak lagi memakai jasa kernet, hanya supir saja. Karena jika masih menggunakan kernet, sering uang yang didapat selama beroperasi seharian tidak cukup untuk setoran dan ketika cukup untuk setoran pun uang yang didapat pun akan sedikit karena dibagi dua kepada supir dan kernet.


Kondisi seperti ini sejatinya tak perlu terjadi jikalau kemajuan jaman dan kemajuan ekonomi tidak mempengaruhi pola konsumtif masyarakat. Namun sayangnya sendiri masyarakat Parakan adalah masyarakat yang konsumtif, hingga mau tak mau semua harus mampu beradaptasi dengan fenomena-fenomena sosial-ekonomi ini. Tak terkecuali mantan primadona, Gayatri, yang masih setia menyusur jalan antara Parakan-Ngadirejo demi mempertahankan eksistensi. Lalu jika Gayatri saja melangkah lemas, bagaimana dengan armada bus lain yang bahkan dulu bukan primadona? 

Temanggung, 17 Agustus 2016

Comments