![]() |
source : dokumen pribadi |
Lelaki Pesawat Kertas adalah sebuah antologi cerpen yang ditulis oleh Azwar R. Syafrudin dan diterbitkan melalui Penerbit Gambang pada tahun 2015. Dalam buku ini, beberapa karya yang tercantum memiliki riwayat penerbitan terlebih dahulu di beberapa koran serta majalah, seperti Gorong-Gorong Rahasia yang pernah diterbitkan di Suara Merdeka dan Rencana Perpisahan yang diterbitkan di Majalah Femina. Total ada 10 cerpen yang dirangkum dalam buku dengan tebal 115 halaman ini.
Dalam kumpulan cerpen ini, Azwar seperti mencoba mengajak para pembaca untuk menelisik permasalahan-permasalahan yang kita temui di kehidupan sehari-hari dengan bahasa yang ringan serta renyah. Permasalahan-permasalahan klasik terkait kehidupan keluarga yang tidak harmonis, cinta yang kadang menyakitkan, hingga tragedi politik era Orde Baru yang lekat dengan kejadian Petrus (Penembak Misterius) pun dibahasakan menggunakan narasi yang ringan.
Pada cerpen pertamanya yang berjudul Hantu Kecil, Azwar coba mengkisahkan kehidupan seorang pria yang pada masa kecilnya harus menerima nasib melihat keretakan hubungan antara ayah dan ibunya. Sebuah cerita yang akan menyadarkan pembaca, bahwa tragedi keluarga yang tidak harmonis sejatinya akan terus mengikuti, bahkan dikala masa dewasa dan tidak akan mudah menghilang dari ingatan.
Sementara itu pada cerpen yang berjudul Lelaki Pesawat Kertas, ada semacam dua konflik yang ditabrakkan. Konflik percintaan seorang pria yang kesepian karena ditinggal menikah oleh kekasihnya memang adalah sebuah konflik yang sering kita temui dalam cerpen-cerpen sekarang ini, namun seperti yang saya jelaskan diawal bahwa dalam cerpen ini ada dua konflik yang ditabrakkan sehingga memiliki nilainya tersendiri. Sebuah plot konflik dimana dari kesedihan si lelaki pesawat kertas itu, muncullah sebuah gejala sosial masyarakat sekarang ini. Sebuah fakta bahwa masyarakat kadang melihat kepedihan orang lain sebagai sebuah hiburan dan tidak mementingkan perasaan orang yang sedang bersedih itu. Ini nampak jelas dalam kalimat seorang pelanggan warung yang menyeringai pada ibu pemilik warung yang selalu disinggahi oleh si lelaki pesawat kertas, "Hei Buk! Di mana lelaki pesawat kertas itu?! Kami jauh-jauh kesini karena ingin melihatnya!"
Pada Gorong-Gorong Rahasia, kita akan diingatkan terkait salah satu kejadian kontroversial di era Orde Baru. Di cerpen ini, kita diingatkan terkait kejadian petrus yang tentu pernah menjadi salah satu historia gelap dalam sejarah bangsa ini. Konflik politik di era tersebut yang melahirkan kejadian petrus pun dikemas dalam narasi yang menitik beratkan sudut pandang anak kecil yang masih polos terkait permasalahan politik. Generalisasi yang dijelaskan oleh seorang ibu terkait orang-orang bertato adalah orang jahat langsung serta merta disanggah oleh si tokoh utama dengan memberikan bukti bahwa Pak Soleh (sosok tukang becak bertato naga) adalah orang yang baik sebab selalu membantunya menyebrang jalan. Namun akhirnya pun Pak Soleh ditemukan meninggal dan jenazahnya ditemukan di gorong-gorong.
Secara keseluruhan, 10 cerpen yang dirangkum merepresentasikan krisis-krisis yang dialami manusia dalam kehidupan sehari-hari, entah dalam krisis cinta, keluarga, sosial, bahkan pandang politik. Cerpen-cerpen Surat Cinta Untuk 50 Wanita Pada Dinding Kamar, Sungai Kenangan, Kematian Kedua, Lelaki Yang Menikahi Sepi, dan Rencana Perpisahan memang merupakan sebuah cerpen bertema cinta, namun dalam cerita-cerita itu juga diperlihatkan konflik-konflik lain selain asmara dua sejoli. Seperti konflik psikologis dari tokoh utama dalam Lelaki yang Menikahi Sepi, atau konflik penolakan orang tua terhadap kekasih anaknya karena kondisinya yang digambarkan dalam Kematian Kedua. Sementara Utami dan Danau Kebahagiaan lebih menonjolkan sebuah konflik sosial yang sering terjadi. Dalam Utami, dikisahkan tragedi bunuh diri seorang mahasiswi karena dihamili dosennya dan akhirnya sang dosen menjadi gila dan menjadi pasien RSJ. Sementara dalam Danau Kebahagiaan, penulis menyorot kejadian sosial yang sering kita lihat dari acara-acara gosip di televisi. Mengambil latar kematian seorang ulama besar, konflik pasca kematian ulama besar yang dikoar-koarkan di televisi, serta surga, cerpen ini mengambarkan bagaimana kondisi sosial masyarakat kita. Tak bisa dipungkiri bahwa semua cerpen yang ada dalam buku ini bernuansa gelap, namun ditulis dengan narasi yang ringan sehingga membuat pembaca tidak kesulitan untuk menyelesaikan buku ini sekali duduk.
Comments
Post a Comment