Dewa dalam Kantong Celana

Singgasana Dewa dalam Pertapaan
Oleh : Faizal Fahmi Baelul


Minggu lalu (20/3), saya dan beberapa kawan mengunjungi situs Candi Plaosan yang letaknya dekat dengan kompleks Candi Prambanan. Hanya butuh waktu sekitar 10-15 menit dari kawasan Prambanan untuk mencapai kesana. Bisa dibilang bahwa itu merupakan sebuah rencana dadakan untuk mengunjungi Candi Plaosan di pagi hari, alhasil saya tak sempat menyiapkan kamera DSLR Sony keayangan untuk mengabadikan momen di dalah satu situs bersejarah itu.

Sebenarnya sebuah bencana tersendiri saat tidak membawa kamera dalam ekspedisi sejarah macam ini. Terlebih saya memiliki hobi fotografi. Sejak kecil memang fotografi menjadi salah satu hobi walai terkadang menyerah karena termasuk hobi yang mahal. Adalah hal yang sia-sia saat menikmati kemajuan nenek moyang jika tidak diabadikan dalam foto.

Namun ada keberuntungan tersendiri hidup dalam era milenial ini. Loncatan-loncatan teknologi membawa kemudahan-kemudahan tersendiri bagi manusia sekarang ini. Tak terlepas juga masalah fotografi. Kini kita hidup dimana setiap dari kita memiliki smartphone dimana 'klik' semudah mengedipkan mata. Saya tak bisa membayangkan jika masih berada di era kamera digital pertama tahun 1975, dengan kamera yang tidak praktis berbobot 3,6 kilogram. Sebuah rasa syukur tersendiri dimana para ilmuwan bisa memasukkan kamera kedalam smartphone kecil yang bahkan dapat masuk ke dalam kantong celana kita. Bahkan beberapa kamera smartphone dipasaran kini tidak kalah canggih dengan kamera DSLR maupun Mirrorless.

Memang perkembangan kamera bisa kita sebut pesat. Dari konsep Al-Haytham, kamera Obsurca Keppler, hingga Steven Sasson pada 1975 keluar dengan terobosan kamera digital pertama. Sebuah perkembangan yang bahkan pada era Joseph Nicephore Niepce tak pernah dapat dibayangkan. Dulu kita tak pernah bisa membayangkan akan melihat langsung hasil foto yang kita 'jepret' sebelum melalui proses mencuci film dan kemudian mencetaknya. Jika ingin memotret dan langsung melihat hasilnya, maka yang kita gunakan adalah Polaroid waktu itu. Dulu mengambil foto pun sanggat terbatas, contohnya saja roll film 35mm hanya memiliki 36 frame foto. Jadi 36 foto yang kita ambil dalam satu roll film bisa sangat berharga, berbeda dengan sekarang yang bahkan smartphone kita dapat menyimpan ribuan bahkan jutaan foto hanya dengan membeli SD card kapasitas besar.

***

Ada beberapa tujuan dalam mencipta foto, setidaknya menurut saya. Pertama, mengabadikan momen. Tujuan ini tidaklah terlalu terpaku pada aturan dasar fotografi menurut pribadi saya. Dalam tahap ini siapa pun boleh mencipta foto dengan hasil apapun tanpa mengurangi kepuasan si pembuatnya atas momen yang ingin diabadikan. Berbeda dari tahap fotografi profesional yang lebih 'kaku' terkait aturan dasar fotografi, karena juga tahapan ini berorientasi dari kepuasan konsumen dan fotografer. Sebuah kepuasan dua arah antara yang butuh dan mencipta tanpa menitik beratkan kepuasan pribadi. Hal ini akan lebih kontras dalam tahapan fotografi seni yang bisa disebut bahwa produk foto akan semakin rumit dengan gagasan ide senimannya sendiri.

Dalam era modern dimana siapa saja dapat menjadi fotografer, tahapan mengabadikan momen adalah yang paling sering kita lakukan sekarang. Entah dengan ber-wefie bersama pacar atau teman, ber-selfie ketika liburan dan langsung memamerkannya di akun media sosial kita, atau alasan-alasan lain. Peran smartphoen benar-benar menjadi hal yang memudahkan kita sekarang ini. Walau pada akhirnya membawa budaya narsis ke jenjang berikutnya.

Namun tetap tak bisa kita hanya memandang sesuatu karena mempengaruhi suatu kebudayaan. Di balik narsisme yang menjamur, kemudahan fotogrfi dalam kantong (kalau boleh saya menyebutnya demikian) juga menjadi kebahagiaan tersendiri bagi beberapa orang. Beberapa orang yang benar dimudahkan dalam mengabadikan momen, berjualan, atau bahkan mencipta seni. Kadang hal-hal kecil seperti ini lah yang membuat kita lupa akan bagaimana teknologi membantu kita dalam artian positif, tak hanya negatif. 

Setelah menjadi pelaku teknologi dengan mengabadikan momen ketika di Candi Plaosan (meski memang kualitas gambar tak sebagus DSLR Sony kesayangan saya) bermodal Acer Z220, saya bahkan tak pernah berpikiran bahwa bisa ada 'dewa dalam kantong celana' saya. Kadang teknologi nampak tak masuk akal memang.

Bertapa di bawah Surya
Menatap Kejayaan Masa Lalu


Relief Bercerita
Mengintip Matahari
Relief Bercerita 2

Dari Gelap Menatap Luar


Megahnya Masa Lalu
Megahnya Masa Lalu 2


Megahnya Masa Lalu 3

Comments